Pohon Asam di Bugis Zaman Dulu

Ma’diawa cempa. Ini kata kerja dalam Bahasa Bugis. Arti harfiahnya 'ke bawah pohon asam'. Saya dapatkan kosakata ini dari naskah cerita La Padoma Ennaja (La Padoma yang Malang).
Ma'diawa cempa adalah istilah Bugis untuk menyabung ayam, berjudi, atau menggoda perempuan. Mengapa pohon asam? 
Rupanya menurut mendiang Muhammad Salim, munsyi Bugis, di bawah pohon asamlah ketiga kegiatan tadi berlangsung di zaman Bugis dulu. Penjelasan Pak Salim ini dijelaskan ulang oleh kawan saya, Ardadi, suatu sore Rabu penghujung Juni 2011.
Pohon asam di masa lalu hanya tumbuh dan tegak di sekitar rumah kalangan bangsawan. Di masa lampau, asamlah yang mungkin menjadi salah satu bumbu dapur utama rumah-rumah orang Bugis--sebelum kemudian mangga berfungsi sama seperti sekarang. 
"Kalau menjelang panen asam, orang-orang, katanya, bahkan mempersiapkan acara khusus sebelum memanen," kata Ardadi mengutip penjelasan Pak Salim.
Gelaran acara itu lalu mengundang orang-orang berkumpul dan bergaul. Kaum laki-laki menyabung ayam sampai berjudi. Sedang perempuan datang di situ mengumpul dan mengupas buah asam sebagai bumbu utama dapur mereka. 


Tentang pohon asam di Makassar bisa Anda baca di sini!

Komentar

Postingan Populer