Segera!





PETAMBAK GARAM INDONESIA 
dalam Kepungan Kebijakan dan Modal 
Ininnawa-Indonesia Berdikari-INFID
Maret, 2011
vi + 146 hl 
ISBN: 978-602-95231-6-4


Kamis 16 November 2006, puluhan petambak dan buruh garam di Desa Santing, Indramayu, membuang sekitar 500 kg garam ke aspal jalur Pantura. Mereka protes karena garam impor menjatuhkan harga garam mereka. Kejadian ini seakan menjadi ikon dari sekian banyak protes yang dilakukan petambak garam rakyat di Indonesia.
Kebijakan pemerintah meminta petambak garam Indonesia menghasilkan garam bermutu, dengan sedikit jaminan harga, kekacauan tataniaga, dan tanpa ketersediaan lahan yang memadai. Distributor dan pabrik pengolahan garam berskala kecil mengalami hal serupa. Hasilnya, harga jarang menguntungkan, mutu sulit meningkat, dan di atas segalanya, produsen dan distributor garam nasional berskala kecil tidak semakin sejahtera.
Penelitian yang dilaksanakan di Madura (Jawa Timur) dan Jeneponto (Sulawesi Selatan) ini menunjukkan bagaimana kebijakan-kebijakan pemerintah gagal mengangkat kesejahteraan para pelaku komoditas garam nasional. Mutu dan produktivitas pun jalan di tempat. Tak pelak, di tengah kealpaan subsidi dan proteksi pemerintah, ‘industri-industri bayi’ garam dalam negeri lumpuh di hadapan raksasa dari Australia, pengekspor garam terbesar ke Indonesia. Dalam kondisi semacam ini, kebijakan terbaru Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mendahulukan swasembada garam ketimbang kesejahteraan para pelaku kecil industri garam nasional, bisa menambah soal baru.

Komentar

Postingan Populer